Sebagai tenaga medis, ada cukup banyak istilah yang digunakan dalam penelitian dan harus dipahami, salah satunya seperti kriopreservasi. Istilah ini banyak digunakan untuk kebutuhan penelitian dan penyimpanan sampel. Oleh karenanya, sangat penting untuk diketahui.
Tidak hanya menjadi istilah, kriopreservasi juga menentukan keberhasilan dari penelitian yang dilakukan. Karena memiliki hubungan dengan teknik penyimpanan sampel hasil penelitian. Itulah kenapa berbagai elemen pendukung penyimpanan sampel perlu diperhatikan dengan baik.
Bagi Anda yang baru mempelajari mengenai teknik penyimpanan sampel, bisa jadi Anda masih belum terlalu familiar dengan istilah ini. Mengingat, istilah kriopreservasi lebih sering digunakan untuk penelitian tingkat lanjut.
Arti Istilah Kriopreservasi
Kriopreservasi adalah istilah teknik penyimpanan sampel pada suhu yang sangat rendah. Dengan rata-rata capaian suhu berkisar hingga -196 °C. Tingkat suhu yang digunakan akan menyesuaikan jangka waktu penyimpanan sampel. Baik dalam jangka waktu panjang atau jangka waktu pendek.
Dikarenakan membutuhkan suhu penyimpanan yang sangat rendah. Tentu, jenis zat pendingin yang digunakan tidak sembarang. Ada beberapa jenis zat pendingin yang umumnya digunakan seperti nitrogen (N2) dan karbondioksida (CO2).
Jadi, penyimpanan sampel dengan metode kriopreservasi sangat bergantung pada pendinginan. Karena sampel penelitian membutuhkan suhu yang sangat rendah agar kualitasnya tetap terjaga. Serta, terhindar dari kerusakan akibat kinetika kimia.
Tujuan Dilakukannya Kriopreservasi
Di balik penggunaan metode kriopreservasi memiliki tujuan untuk penyimpanan sampel laboratorium. Baik yang sudah atau masih akan dilanjutkan penelitian disimpan guna menjaga kualitas sampel tetap terjaga.
Mengingat, sampel yang diteliti rata-rata berhubungan dengan sel atau genetik. Dimana, penyimpanannya tidak boleh sembarang. Sebab, penyimpanan yang salah dapat membuat fungsi fisiologis, biologis, dan morfologis sampel dapat rusak.
Dengan menggunakan teknik kriopreservasi sampel penelitian dapat aman tersimpan. Serta, terhindar dari risiko kerusakan dan hal lainnya yang dapat mengganggu kualitas sampel. Hal ini tentu membantu para peneliti medis menjadi lebih mudah dalam penyimpanan sampel.
Metode Kriopreservasi yang Umumnya Digunakan
Awalnya metode kriopreservasi yang digunakan hanya satu. Seiring perkembangan teknologi, terjadi pembaharuan metode. Dimana, pembaharuan yang dilakukan terhadap proses atau tahapan penyimpanan sampel.
Dari hasil pembaharuan membuat metode kriopreservasi menjadi dua. Namun, untuk sistem penyimpanan sampel masih sama dengan memanfaatkan suhu dingin. Baik untuk menjaga kualitas dan mencegah dari terjadinya kerusakan sampel dengan cara dibekukan.
Dua metode yang dimaksud diantaranya adalah:
1. Kriopreservasi Lama (Klasik)
Teknik lama atau biasa disebut dengan freeze-induced dehydration adalah metode kriopreservasi dua tahap pembekuan. Tahapan pertama sampel akan dilakukan inkubasi sel pada krioprotektan dengan total konsentrasi 1-2 M. Pada tahap kedua sampel akan dibekukan secara menyeluruh.
Pembekuan terjadi dengan kecepatan 1 °C/menit hingga mencapai suhu -35 atau -40 °C. Setelah itu, akan dibekukan secara sempurna pada suhu ideal menggunakan Nitrogen cair. Untuk memperoleh data penelitian, sampel akan dilakukan pelelehan (thawing).
Teknik ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
- Pembekuan sampel menjadi lebih maksimal.
- Penyimpanan sampel dapat lebih lama.
- Mengurangi risiko terjadinya kerusakan sampel.
- Menghambat aktivitas kinetika kimia yang dapat merubah sampel.
Hanya saja, meskipun memiliki banyak kelebihan, teknik ini tidak lepas dari beberapa kekurangan, diantaranya:
- Hanya bisa digunakan untuk spesies tertentu.
- Memiliki proses pembekuan yang tidak sebentar.
- Membutuhkan banyak waktu dan tahapan penyimpanan.
- Membutuhkan dua jenis zat pendingin sampel, yaitu cairan nitrogen dan karbondioksida.
- Sampel hasil penelitian laboratorium perlu dilakukan inkubasi terlebih dahulu.
2. Kriopreservasi Baru
Metode kriopreservasi baru adalah teknik penyimpanan sampel yang didasarkan pada vitrifikasi. Atau biasanya disebut dengan vitrification merupakan fase transisi air dari bentuk cair. Dimana, akan ada perubahan menjadi bentuk non kristalin atau amorf.
Perubahan yang terjadi membuat sampel terlihat tembus pandang atau glassy. Hal ini dapat terjadi dikarenakan sampel mengalami elevasi ekstrim dari larutan yang viskos selama pendinginan berlangsung. Dalam prosesnya, hanya ada dua tahapan yaitu pembekuan (freezing) dan pelelehan (thawing).
Teknik ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
- Telah menggunakan pengembangan teknologi baru dalam proses penyimpanan sampel.
- Tidak membutuhkan banyak tahapan dalam proses pembekuan sampel.
- Dapat digunakan pada spesies yang lebih luas dan jenis eksplan yang lebih banyak.
- Proses pembekuan sampel dapat dilakukan lebih cepat.
Meski demikian, teknik ini juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu diketahui, diantaranya:
- Pembekuan sampel tidak semaksimal teknik kriopreservasi lama.
- Menggunakan lebih dari satu jenis botol sampel laboratorium sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
- Risiko terjadi kerusakan sampel lebih tinggi, bila tidak hati-hati dalam proses penyimpanan.
- Molaritas konsentrasi pada sampel perlu diperhatikan suhu penyimpanannya berkisar antara 0-25 °C, lalu diikuti dengan tahap pembekuan.
Untuk mendapatkan data sampel dari penelitian, teknik penyimpanan penting dipertimbangkan. Sebab, tidak semua sampel bisa disimpan dengan metode kriopreservasi yang sama.
Mengingat, ada metode yang hanya bisa digunakan pada spesies tertentu. Selain itu, faktor pembekuan sampel juga menjadi penting. Dimana, suhu pembekuan harus bisa mencapai suhu ideal. Agar, mencegah kerusakan atau penurunan kualitas sampel.
Atlantic Ice Menyediakan Dry Ice Berkualitas untuk Kebutuhan Kriopreservasi
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, pembekuan sampel menjadi salah satu faktor penting dalam kriopreservasi. Itulah kenapa pemilihan jenis pendingin tidak sembarang dilakukan. Ada beberapa jenis pendingin yang umumnya banyak digunakan, salah satunya dry ice.
Selain memiliki suhu mencapai -78,5 °C, dry ice juga mampu bertahan dalam waktu yang lama. Menjadikan penggunaan dry ice dapat membantu proses penyimpanan sampel menjadi lebih mudah. Namun, pada saat menggunakan dry ice perlu kehati-hatian agar tidak terkena frostbite.
Lantas, apa itu frostbite? Singkatnya adalah kondisi dimana jaringan sel pada tubuh mengalami pembekuan dan rusak. Akibat kontak langsung dengan suhu dingin yang ekstrim. Oleh karenanya, selalu gunakan peralatan khusus saat menggunakan dry ice.
Nah, terkait dry ice untuk kebutuhan kriopreservasi, Anda bisa memesannya di Atlantic Dry Ice. Kami adalah supplier dry ice Jakarta yang juga melayani pengiriman ke berbagai daerah di Indonesia. Produk dry ice yang kami sediakan selain berkualitas, harganya pun terjangkau!